edelweis
  • Home
  • About Us
  • CatPer
  • Suku Baduy
  • Budayaku
  • Hubungi

ArtI SeBUah PeNGabDian BaGiQu

Diposkan oleh Dee di 5:51 AM

PerJalNanQu Dimulai Pada Sore Itu Ketika LAngKah mELanGkah keluar rUMah tuk sebuah janji yang harus aq penuhi pada seorang sahabat di kota pelajar itu.Disini aq banyak belajar tentang banyak hal,belajar arti kesederhanaan.yang mungkin telah aq kenal dari dulu namun disana aq dapat melihat nilai dari kesederhanaan yang jwh lebih dekat dan dari sudut pandang yang berbeda.Keserhanaan yang dibalut dengan kebersamaan,jauh dari itu semua aq banyak mengambil inti sari dari rasa bersyukur dengan semua yang qta miliki dan Qta dapatkan.dan akhirnya aq banyak belajar dari sosok mbah (Aq lupa tanyakan namanya muph ya mbah).aq bertemu denganNya kala aq ingin ikut menyaksikan perhelatan raja yang dilakukan bila memasuki bulan maulud atau yang lebih dikenal dengan Sekatenan atau Grebeg maulud dimana ada beberapa gulungna (tumpukan makanan)yang dipersembahkan raja untuk rakyatnya yang notabene telah diberkahi dan bagi yang percya makanan/bahan makanan tersebut dapat mendatangkan keberkahan tersendiri.Semenjak aq injakann kakiQu di kota yang esotik itu. Kira-kira waktu aq SD aq ingin sekali melihat dengan dekat peristiwa tersebut.Namun waktu dan kesempatan itu tak kunjung datang hingga hari ini 09 maret 2009.Pagi itu aq berjalan ke pendopo dalem sekaedar ingin melihat pra perayaan.Decak kagum itu germuruh dalam hati melihat pasukan-pasukan kerajaan yang menurutqu keren.terlihat mereka memiliki kebanggaan tersendiri dapat menjadi bagian dari perayaan tersebut.walau dilihat dari umur mereka tidaklah muda malah dapat dibilang menuju senja.Pa Danton (Kepala pleton) aq sebutnya begitu berwiba hingga membuat aq takut padahal sebernanya tidak he..he… bahkan sangat ramah .Hingga aq melihat di ujung bangunan atau sekarang lebih dikena dgn sebutan pos duduk mbah sendiri.Aq ingin ngbrol denganNya.Aq heran diwaktu senjanya harusnya ia mengahbisakan waktunya untuk bersenang2 dengan keluarga dan bercengkrama dengan cucu2Nya.Tapi mengapa ia masih memilih menjadi Abdi Dalem keraton.Sampai kapan mbah?Aq Tanya dan jawabnya hingga badan ini tak lagi dapat menopang dan hingga raga ini lelah.Apa yang kau cari mbah?apa sebuah kewajiban atau keegoisan tersendiri tapi dengan arifnya ia jawab semua itu tidak dapat dikatakan semua ada dihati ini.Mengabdi dengan raja membuat mbah lebih berarti.sejak kapan kau abdiakan dirimu mbah??sejak kecil.Aq tak dapat lagi berkata2 lagi dijaman seperti ini masih ada segelintir orang yang dengan ikhlas tanpa pamrih seperti mbah.Mungkin aq terlalu melebih-lebihkan tapi aq memang cukup salut untuk orang2 seperti itu yang tiadak melihat segala sesuatu dengan kacamata Uang.Mbah dengan pribadi yang rendah dan berbalut keserhanaan namun mengeluarkan aura kebapak’a yang membuat aq makin mencoba menggali bnyak hal dari ia.pola pikir yang sederhana itu yang mampu membius aq.Tiba2 terbesit di pikiranqu andai saja semua perangkat pemerintahan yang sekarang bercokol di kursi masing2 mau dan rela membuang pemikiranNya utntuk dapat melihat lebih dekat tidak dengan sudut pandang uang aq yakin negeri ini akan maju dan berjaya.tapi lagi2 banyak hal yang sekarang berlombac memodernkan dalam segala aspek bidang manapun bahkan pemikiran pun telah di modernkan.Dan pintaQu teruntuk para calon pemilik kursi dipemerintahaan semoga saja dapat memberikan angin segar untuk kemajuan negri ini.Bukan hanya turun kejalan pada saat menarik simpati guna melancarkan jalanya.Semoga saja Pada saat bapak2 dan ibu yang terpilih sudi turun kejalan lagi melihat realitas yang terjadi.Lagi-lagi mbah itu memberikan banyak aq pelajaran tentang sebuah nilai ikhlas tanpa pamrih,pengabdian yang kelak akan berguna untukQu,Mengabdi ya mengabdi dgn suamiQu kelak tanpa amarah dan pamrih he..he….Mungkin terlalu lebih atau melebih-lebihkan penjabaranqu tentang pengabdaian tapi itulah sudut pandang aq ntlahlah orang lain.pengabdian Kata yang jarang lagi berdengung sekarang karena kalah oleh deru mesin mobil ibukota Dan lelapnya dinamika kehidupan kota,ketamakan dan keegosian yang membuat jurang satu dengan yang lain.Terima kasih mbah kau ajarkan satu lagi ilmu kehidupan untuk jadi jwh lebih baik dan bijak. Itu Hanya Sekelumit ceritaqu yang memperkaya sudut pandangqu dgn cara berbeda.
Email ThisBlogThis!Share to XShare to Facebook

6 komentar:

J O N K said...

cuma mau komentar : Wajah si mbah sejuk banget ... adem ngeliatnya ... ah memang dia bener2 seorang yang tulus.

March 24, 2009 at 6:25 AM
Anonymous said...

Memang kadang-kadang hikmah dan makna datang dari seseorang yang tiba-tiba hadir....

March 24, 2009 at 7:11 PM
brown sugar said...

Itulah hebatnya loyalitas orang jaman dulu...yang tidak terkontaminasi dengan harta ataupun kejayaan.....

March 24, 2009 at 10:50 PM
LinPe said...

hikmah bisa di dapet dimana saja ... setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah madrasah :)

March 25, 2009 at 5:26 AM
pengguna said...

Sangat berwibawa, Jadi inget alm mbah gw...hik....

March 26, 2009 at 7:39 AM
Yuyun said...

lam kenal sobat..! postingan adem

May 26, 2009 at 2:30 AM

Post a Comment

Newer Post Home Older Post
Subscribe to: Post Comments (Atom)

Popular Posts

  • Jaran kepang riwayatmu kini
  • Sekelumit cerita dari Pedalaman suku baduy
  • TeNTaNg EdeLwEis
  • Foto Pendakian
  • sosok gie
  • Semua berawal dari Guyonan TORAJA
  • terimakasihku untukmu embun pagiku
  • sebungkus nasi padang di situs megalitikum gunung padang
  • Karena aq mencintai edelweis
  • ...Edelweis berkata terhadap embun pagi...

Blog Archive

Categories

  • budayaku
  • Catatan Perjalanan
  • cianjur
  • curhatku
  • edelweis
  • j awa barat
  • picture adventure
  • sebait kata
  • situs gunung padang
  • suku baduy
  • tentang dia

Contact Form

Name

Email *

Message *

About Me

My photo
Dee
Perempuan yang jatuh cinta akan keindahan si mungil edelweis.Saya sangat mencintai perjalanan.Penikmat kopi dan tenun khas segala pattern ini suka sekali tidur :). Suka sekali menulis walau kadang-kadang masih ambigu dan jarang di publish.
View my complete profile
Copyright © 2014 edelweis .